Selasa, 23 Juli 2019

Hidupku ini sungguh mengherankan, saya menikahi seorang janda beranak satu, kami menikah dengan berbagai macam rintangan, dimana dia ada seorang muslim dan saya seorang protestan, untuk dapat hidup bersama dengan dia saya terpaksa harus menikahi dia secara muslim, kami menikah dalam kerahasian terhadap orang tua saya, saat menikah saya tetap mengikuti kepercayaan saya yaitu protestan, dan pelan pelan saya mengajak dia ke Gereja, ntah karena keinginan sendiri atau karena saya sangat berpegang teguh pada agama saya, akhirnya dia memutuskan untuk dibaptis, pada saat itu dia telah mengandung buah cinta kami yang pertama pada usia kandungan 3 bulan, awalnya takut untuk memberitahukan hubungan ini kepada orang tua saya, namun dengan niat baik saya memberitahukan kepada orang tua, awalnya saya memang dimarah habis habisan dan hilang kepercayaan dari orang tua, namun karena nasi sudah menjadi bubur saya tetap maju.
Akhirnya tiba saatnya kami menikah secara resmi dalam ikatan suci di gereja dan catatan sipil, pada awal pernikahan kami tinggal di rumah orang tua yang kebetulan memang kosong, kami memulai hari - hari pernikahan dengan baik dan cek cok sebagaimana pasangan suami istri lainnya.
akhirnya kami memutuskan untuk keluar dari rumah tersebut dan tinggal di rumah orang tua yang jauh dari situ yang sedang dikontrakan kepada orang, kami berbagi barak dengan tetangga karena rumah tersebut sudah diubah fungsi menjadi barak sewa untuk menunjang pendapatan orang tua.
ntah saya yang salah atau tuntutan istri yang tinggi sehingga saya tidak bisa mengabulkannya, kami hampir setiap hari ribut dengan hanya masalah kecil saja, hal ini berpengaruh kepada pekerjaan saya yang terabaikan, karena hanya dikantor saya merasakan ketenangan dan dapat melakukan apa yang saya sukai, membuat beberapa pekerjaan kantor menjadi tidak terurus, karena setiap pulang ke rumah ada saja hal yang diributkan, apakah dia tidak tau saya sampai rela korupsi hanya untuk membuat dia merasa nyaman, saya tidak tau apa yang nantinya menjerat saya di depan hari, tapi saya sudah pasrah jika memang hukuman terberat yang harus saya tanggung.

sebagai seorang laki-laki, harga diri saya di komplek perumahan kami seolah-olah sudah tidak ada, saya dimaki, diteriaki, dan selalu dimarahi, seolah - olah saya tidak ada artinya, memang saya sadar umur dia lebih tua dari saya, tetapi hargai sedikit lah saya sebagai kepala rumah tangga